Wajib Diketahui! Ini Sejarah Makam Puyang Gerincing, Benarkah Potongan Telinga Serunting Sakti?
KLIKREMEY - Ini sejarah Makam Puyang Gerincing yang terlatak di Desa Rantau Panjang Kecamatan Semidang Alas Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu.
Konon merupakan makam potongan telinga serunting sakti yang dikeramatkan oleh masyarakat didaerah itu.
Menurut sesepuh Desa Rantau Panjang Tisan (55) keberadaan Puyang Serunting Sakti saat itu berpindah-pindah sehingga hampir di setiap pelosok Kabupaten Seluma terdapat peninggalan nenek moyang tersebut.
“Itu makam telinga serunting sakti, serunting sakti itu tujuh gilir dan sembilan ganti jadi berpindah-pindah di seluruh penjuru Seluma,” cerita Tisan di kediamannya dilansir dari berbagai sumber.
Tisan mengisahkan di daerah Rantau Panjang terdapat dua makam serunting sakti yang dikeramatkan yaitu makam telinga dan makam kepala yang dimakamkan secara terpisah.
“Yang di balik bukit di seberang Air Alas itu telinganya disebut masyarakat gerincing, jadi setiap masyarakat bernazar di sana konon katanya lebih cepat dan terkabul,” bebernya.
Tisan mengakui, sejak dikeramatkannya makam puyang gerincing tersebut banyak masyarakat yang memasang nazar, menggelar doa bahkan ada yang melakukan tarak (pertapaan,red) di lokasi tersebut.
“Ada banyak yang syukuran potong sapi hanya dibulan ramadhan saja yang sepi kalau dibulan sebelumnya pasti ada pengunjung,” tegas Tisan.
Tisan menambahkan, sebelum mendapati makam puyang gerincing pengunjung juga melewati tiga batu yang juga dikeramatkan oleh masyarakat di daerah itu.
“Ada batu cungkuk artinya batu tempat duduk, Batu kenaat artinya batu tempat bersemedi dan batu sembahyang yang dahulunya menjadi tempat sholat, artinya sebelum mencapai makam puyang gerincing pengunjung harus berpikir matang dan harus dengan niat yang tulus tampa ada niat buruk,” kata Tisan menjelaskan.
Namun, kata dia, saat ini makam tersebut tidak ada yang menjaga dan merawat sehingga terkesan tidak dibersihkan padahal makam tersebut merupakan lokasi cagar budaya.
“Dulu ada yang menjaga dan merawat, ada yang membersihkan, ketiga batu dan makam terlihat bersih dan terurus karena penjaga makam atau juru kuncinya mendapat honor dari cagar Budaya Provinsi Jambi beberapa tahun lalu, bahkan ketiga makam diberi pagar besi oleh pihak cagar budaya agar lebih terawat dan terjaga dari tangan jahil manusia,” ujarnya.
Untuk mengunjungi makam puyang gerincing harus menyeberangi Sungai Air Alas dengan bantuan rakit bambu masyarakat di desa setempat dengan tarif Rp 20 000 per orang, mendaki bukit dengan ketinggian mencapai 60 Meter dari tepi Sungai Air Alas dan memakan waktu mencapai dua jam dari pusat ibu kota Kabupaten Seluma.*
Konon merupakan makam potongan telinga serunting sakti yang dikeramatkan oleh masyarakat didaerah itu.
Menurut sesepuh Desa Rantau Panjang Tisan (55) keberadaan Puyang Serunting Sakti saat itu berpindah-pindah sehingga hampir di setiap pelosok Kabupaten Seluma terdapat peninggalan nenek moyang tersebut.
“Itu makam telinga serunting sakti, serunting sakti itu tujuh gilir dan sembilan ganti jadi berpindah-pindah di seluruh penjuru Seluma,” cerita Tisan di kediamannya dilansir dari berbagai sumber.
Tisan mengisahkan di daerah Rantau Panjang terdapat dua makam serunting sakti yang dikeramatkan yaitu makam telinga dan makam kepala yang dimakamkan secara terpisah.
“Yang di balik bukit di seberang Air Alas itu telinganya disebut masyarakat gerincing, jadi setiap masyarakat bernazar di sana konon katanya lebih cepat dan terkabul,” bebernya.
Tisan mengakui, sejak dikeramatkannya makam puyang gerincing tersebut banyak masyarakat yang memasang nazar, menggelar doa bahkan ada yang melakukan tarak (pertapaan,red) di lokasi tersebut.
“Ada banyak yang syukuran potong sapi hanya dibulan ramadhan saja yang sepi kalau dibulan sebelumnya pasti ada pengunjung,” tegas Tisan.
Tisan menambahkan, sebelum mendapati makam puyang gerincing pengunjung juga melewati tiga batu yang juga dikeramatkan oleh masyarakat di daerah itu.
“Ada batu cungkuk artinya batu tempat duduk, Batu kenaat artinya batu tempat bersemedi dan batu sembahyang yang dahulunya menjadi tempat sholat, artinya sebelum mencapai makam puyang gerincing pengunjung harus berpikir matang dan harus dengan niat yang tulus tampa ada niat buruk,” kata Tisan menjelaskan.
Namun, kata dia, saat ini makam tersebut tidak ada yang menjaga dan merawat sehingga terkesan tidak dibersihkan padahal makam tersebut merupakan lokasi cagar budaya.
“Dulu ada yang menjaga dan merawat, ada yang membersihkan, ketiga batu dan makam terlihat bersih dan terurus karena penjaga makam atau juru kuncinya mendapat honor dari cagar Budaya Provinsi Jambi beberapa tahun lalu, bahkan ketiga makam diberi pagar besi oleh pihak cagar budaya agar lebih terawat dan terjaga dari tangan jahil manusia,” ujarnya.
Untuk mengunjungi makam puyang gerincing harus menyeberangi Sungai Air Alas dengan bantuan rakit bambu masyarakat di desa setempat dengan tarif Rp 20 000 per orang, mendaki bukit dengan ketinggian mencapai 60 Meter dari tepi Sungai Air Alas dan memakan waktu mencapai dua jam dari pusat ibu kota Kabupaten Seluma.*